PATS

Anak dari Keluarga Buruh Harus Bersekolah

1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Sedunia,  biasanya setiap tanggal tersebut para buruh yang bergabung dalam serikat pekerja menggelar aksi damai, ini dilakukan sebagai momentum penting, agar tuntuan akan keadilan bagi nasib mereka di dengar oleh para pemangku kebijakan, Nasib Buruh Harus Sejahtera, Buruh bukan pembantu tetapi penentu.

Nasib para buruh ini akan sejahtera, salah satunya adalah lewat kebijakan negara yaitu membuat sebuah regulasi yang bernasib baik bagi mereka, yaitu melalui penetapan kebijakan UMR. Upah Minimum Regional atau UMR merupakan suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja, pegawai ataupun buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.

UMR berlaku untuk satu daerah, yaitu satu provinsi atau satu kabupaten/kota. Perusahaan yang beroperasi di suatu daerah wajib menyesuaikan upah terendahnya dengan UMR di daerah tersebut, sedangkan penetapan UMR Tk I dan UMR Tk II dilakukan melalui proses usulan dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah. Dalam merumuskan usulan, komisi ini dapat berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan serikat pekerja di daerah.

Mengutip di portal cnbcindonesia.com disebutkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah menetapkan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) Jawa Tengah. Di Jateng ada 35 Kabupaten/Kota, UMK tertinggi di Kota Semarang sebesar Rp 2.715.000, dan terendah Kabupaten Banjarnegara Rp 1.748.000,- Dari sinilah kemudian perusahaan yang beroperasi di Kab/Kota akhirnya menjadikan kebijakan dalam memberikan haknya para pekerja sesuai dengan standarisasi UMR tersebut.

Adapun untuk Kabupaten Brebes UMK sebesar Rp 1.807.614,- dengan nilai sebesar itu tentunya masih jauh dari standarisasi biaya hidup bagi para pekerja apalagi dalam kondisi Covid-19 ini,  biaya hidup semakin naik, namun pendapatan setiap bulan tetap di patok sesuai UMR yang ada, disisi lain Kabupaten Brebes sudah ditetapkan sebagai Kawasan pembangunan Kawasan Industri Brebes (KIB) dan tentunya menjadi Kabupaten yang mendapatkan prioritas percepatan pembangunan ekonomi nasional dan Jawa Tengah.

Anak ATS dari Keluarga Buruh harus Bersekolah

Dari Data Anak Tidak Sekolah (ATS) yang kembali bersekolah melalui intervensi Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) tentunya ada anak dari Keluarga buruh, apakah mereka buruh pabrik, buruh tani, buruh bangunan, pekerja serabutan atau bisa saja dari Pekerja rumah tangga, semuanya ingin nasib anaknya tetap sekolah baik melalui jenjang pendidikan formal maupun pilihan pendidikan non formal. Prinsipnya semua anak Brebes mestinya bisa bersekolah, dan disinilah pentingnya Pemerintah Kabupaten hadir untuk memberikan kebijakan terbaiknya untuk anak pada bidang pendidikan.

Data Dindikpora tahun 2017 disebutkan bahwa 7.722 ATS yang tidak sekolah dan tersebar di 17 Kecamatan, dan baru dikembalikan pada tahun 2017 hanya 1.212 ATS artinya hanya 15.70 persen saja, dengan perincian di Pendidikan Formal ada 643 anak, dan Non formal ada 569 anak.

Sementara itu, Pemkab mendata kembali ATS yang tidak bersekolah tahun 2018 melalui laporan masing-masing Kecamatan melalui UPTD Pendidikan, dan tercatat jumlah ATS yang ada 17.420 dan dikembalikan sebanyak 3.552 anak dengan perincian Formal 551 anak, dan non formal sebanyak 3.001 anak.

Kemudian di tahun 2019 baseline ATS menggunakan data tahun 2018, dan yang dikembalikan ke sekolah untuk formal 924 anak dan Non Formal 4.194 anak sehingga total 5.118 anak.

Kebijakan GKB formal Terkait Situasi Covid-19 tentunya juga berimbas pada persoalan anak GKB, pasalnya, anggaran refusing di beberapa OPD banyak yang dialihkan untuk membiayai program pencegahan dan penanganan covid-19 di Kabupaten Brebes. Namun dengan ada bukti surat dari Sekretariat Daerah 420/1004/2020 tanggal 27 April 2020 tentang pelaksanaan GKB tahun 2020 maka menjadi angin segar bagi para penerima Anak GKB, bahwa dana yang dialokasikan terjadi penurunan namun masih terselamatkan untuk nasib anak GKB di tahun 2020.

Disebutkan bahwa penerima anak GKB tahun 2020 lewat APBD Kabupaten menggunakan data GKB tahun 2019 (924 siswa),jumlah ini bisa berkurang tapi tidak bisa bertabah, artinya bisa berkurang jika anak GKB telah lulus atau keluar sekolah, sedangkan ada tambahan anak GKB baru diluar data 2019 maka dapat di koordinasikan dengan pihak Pemerintah Desa atau Konsultasi dengan Pihak Dikdas Dindikpora.

Dengan masih ada pagu anggaran untuk Anak GKB tahun 2020 walaupun terbatas anggaran minimal, prinsipnya nasib anak dari keluarga buruh masih bisa terselamatkan melalui dukungan dana untuk membantu anak-anak GKB yang masih aktif sekolah, dan pihak sekolah juga masih bernafas lega, namun apabila dikemudian hari dana yang dialokasikan kemudian masuk refusing covid-19, maka nafas pergerakan GKB menjadi semakin surut, bahwa nasib ribuan anak ATS yang sudah kembali bersekolah bisa beresiko.

Penulis : Bahrul Ulum ( Sang Penjelajah | Kompasianer Brebes | KBC-01 ]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.